RESENSI BUKU
PEDOMAN PELAKSAAN TUGAS HAKIM TINGGI PERDILAN AGAMA
Resensi ini disusun guna memenuhi tugas pengganti UAS mata kuliah Administrasi
Peradilan
Dosen Pengampu:
Dr. Malik Ibrahim, M.Ag.
Nip. 19660801 199303 1 002
Disusun Oleh:
Wahyu Erman Hambali
17103050051
HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAMNEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan keimanan dan keikhlasan kepada
kita, selamat dan sejahtera atas junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW dan
keluarga serta sahabatnya. sehingga kami dapat
menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Resensi Buku Pedoman Pelaksaan Tugas Hakim Tinggi Perdilan
Agama” (karya Dr. H. A. Mukti Arto,
S.H., M.Hum.) ini dengan baik tanpa ada halangan.
Resensi satu buku ini secara umum berisi mengenai pedoman pelaksaan di Pengadilan Agama. Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata perkuliahan Administrasi
Peradilan.
Penulis mengucapkan terima
kasih yang setulus-tulusnya kepada bapak Dr. Malik Ibrahim, M.Ag. selaku Dosen
mata perkuliahan Administrasi Peradilan yang telah banyak membantu kami dalam
penyelesaian tugas ini. Selain itu, kami
berharap semoga resensi buku ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan
menjadi referensi untuk menambah pengetahuan umum.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih
memerlukan perbaikan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun dan tentunya dapat dijadikan masukan guna
perbaikan untuk laporan berikutnya.
Yogyakarta, 22 April 2020
Penulis
DAFTAR ISI
IDENTITAS BUKU
Judul :
Pedoman Pelaksaan Tugas Hakim Tinggi Perdilan Agama
Penulis : Dr. H. A. Mukti Arto, S.H.,
M.Hum.,
ISBN : 978-602-229-387-3
Cetakan : Cetakan I (Pertama), Mei 2015
Penerbit :
Pustaka
Pelajar
Tempat Terbit : Yogyakarta
Tahun Terbit : 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang penulisan buku ini adalah karena ingin menyamakan
persepsi para hakim tinggi yang bertalian dengan prosedur dan administrasi
pelaksanaan Trilogi tugas pokok dan fungsi hakim tinggi di tingkat banding.
Kemudian untuk mendukung pelaksanaan misi Mahkamah Agung guna mempercepat
tercapainya visi Mahkamah Agung.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan buku ini adalah memberi rumusan baku landasan dan
panduan praktis mengenai prosedur dan administrasi pelaksanaan ideologi tugas pokok dan fungsi hakim tinggi
di tingkat banding. Selain itu, adanya buku ini bertujuan untuk membantu kelancaran
pelaksanaan tugas hakim tinggi dengan prinsip memberi jaminan kemerdekaan bagi
hakim tinggi dalam memeriksa dan mengadili perkara agar dapat memberi pelayanan
hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan.
C. Sistematika Buku
DAFTAR ISI -hlm. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang –hlm. 1
Mahkamah Agung Republik Indonesia selaku lembaga yudikatif yakni
pelaku kekuasaan kehakiman telah menetapkan visinya yaitu “Terwujudnya Badan
Peradilan Indonesia Yang Agung.” Kemudian misi yaitu:
1. Menjaga kemandirian
badan peradilan,
2. Memberikan pelayanan
hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan,
3. Meningkatkan
kualitas kepemimpinan badan peradilan,
4. Meningkatkan
kredibilitas dan transparansi badan peradilan.
Mahkamah Agung
mengemban peran kenegaraan yang meliputi Peran Ideologis, Peran Politis, Peran
Yuridis, dan Peran Sosiologis.
B.
Tugas dan Kewenangan PTA/MSA –hlm.4
Peradilan Agama sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman di
Indonesia bertugas dan berwenang untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Syariah Islam.
PTA/MSA sebagai pengadilan negara merupakan pengadilan tingkat
banding dalam lingkungan Peradilan Agama di bawah Mahkamah Agung juga mengemban
tugas dan tanggung jawab sebagai kawal depan Mahkamah Agung di daerah hukumnya.
Tugas dan kewenangan PTA/MSA diatur dalam pasal 51, 52, dan 53 UU Nomor 7 tahun
1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah pertama dengan UU Nomor 3 tahun
2006 dan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009 jo pasal 128 UU Nomor 11 tahun
2006 tentang pemerintahan Aceh jo pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman.
C.
Trilogi Tugas Pokok dan Fungsi Hakim Tinggi –hlm.7
Semua tugas dan kewenangan Hakim tinggi dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kategori, yaitu tugas yudisial, tugas struktural,
dan tugas konseptual. Sebagai hakim banding dan kawal depan Mahkamah
Agung maka hakim tinggi mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai: 1)
pemeriksa perkara, 2) pembina dan pengawas dan pelaksana penanganan
pengaduan, dan 3) pemikir dan pelaku pembaruan. Tiga jenis tugas hakim
tersebut dapat diistilahkan dengan Trilogi Tugas dan Pokok dan Fungsi Hakim
Tinggi.
D.
Dasar Hukum –hlm.9
1.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.
UU Nomor
48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
3.
UU Nomor
7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah pertama dengan UU
Nomor 3 tahun 2006 dan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009
4.
UU Nomor
20 Tahun 1947 Tentang Pengadilan Ulangan
5.
Surat
Keputusan Mahkamah Agung Nomor 96 tahun 2006 tentang Tanggung Jawab Ketua
Pengadilan Dalam Melaksanakan Pengawasan, dll.
E.
Tujuan Penyusunan Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Hakim Tinggi –hlm.11
Setidaknya
ada beberapa tujuan penyusunan Buku Pedoman Pelaksanaan
Tugas Hakim Tinggi, yaitu memberi rumusan baku mengenai Trilogi tugas pokok dan
fungsi hakim tinggi, juga untuk memberikan panduan praktis mengenai prosedur
dan administrasi pelaksanaan Trilogi tupoksi hakim tinggi, dll
BAB II
HAKIM TINGGI PEMERIKSA PERKARA
A. Pengadilan Ulangan
–hlm.15
Pengadilan ulangan adalah proses memeriksa,
mempertimbangkan, dan memutuskan ulang pada tingkat banding atas perkara yang
telah diperiksa, dipertimbangkan, dan diputus oleh pengadilan tingkat pertama
mulai dari start sampai finish. Pengulangan tersebut meliputi pemeriksaan:
1.
Administrasi perkara,
2.
Syarat formil perkara,
3.
Upaya damai yang dilakukan
secara langsung maupun melalui proses mediasi,
4.
Konstatiring,
5.
Kualifinishing,
6.
Konstituiring,
7.
Prosedur dan administrasi
persidangan, dan
8.
Mutasi biaya perkara,
B. Hakim Tinggi Pemeriksa Perkara –hlm.17
Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa
memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam dibidang a. perkawinan, b. waris, c. wasiat, d. hibah, e. wakaf, f.
zakat, g. infaq, h. shodaqoh, dan i. ekonomi syariah (pasal 49 UU Nomor
3 tahun 2006).
PTA/MSA bertugas dan berwenang mengadili perkara yang
menjadi kewenangan PA/MS, dalam tingkat banding (pasal 51 ayat 1 UU-PA). Tugas
pokok majelis hakim tingkat banding (MHTB) adalah memberi pelayanan hukum yang
berkeadilan kepada pencari keadilan pada tingkat banding.
C. Prosedur Administrasi
Perkara Banding –hlm.21
1. Upaya
hukum banding hanya dapat dilakukan dalam tenggang waktu banding, dihitung
empat belas hari kalender terhitung mulai satu hari setelah yang bersangkutan
menerima pemberitahuan isi putusan,
2. Panitera
PA/MS wajib mengirimkan berkas banding kepada PTA/MSA selambat-lambatnya 30
hari setelah hari tanggal akta banding dibuat,
3. Kemudian panitera muda banding meneliti kelengkapan
berkas administrasi proses banding, jika sudah lengkap maka dilanjutkan dengan
pengadministrasian perkara banding,
4. Administrasi
berkas banding ini meliputi Berkas Bundel A dan Berkas Bundel B. Administrasi
banding dalam berkas bundel B berisi; salinan resmi putusan yang dibanding,
relaas pemberitahuan isi putusan kepada para pihak yang tidak hadir dalam
sidang putusan, surat kuasa khusus untuk banding, bukti pembayaran, akta
permohonan, dll.
5. Setelah
biaya banding dicatat di dalam jurnal banding, perkara mendapatkan nomor
perkara untuk kemudian dicatat dalam register perkara banding,
6. Selanjutnya
ketua PTA/MSA menetapkan majelis hakim dengan PMH untuk menyidangkan perkara dengan dibantu oleh atau
lebih panitera pengganti yang ditunjuk oleh panitera PTA/MSA,
7. Ketua
MHTB setelah bermusyawarah dengan anggota segera menetapkan hari sidangnya
dengan PHS untuk memusyawarahkan perkara tersebut,
8. Pengucapan
putusan hanya dapat dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum,
9. Sesaat
setelah putusan dibacakan, surat putusan segera ditandatangani oleh majelis
hakim dan panitera pengganti,
10. Ketua
MHTB membuat AMP yang ditandatangani
ketua MHTB dan panitera pengganti untuk
diserahkan ke petugas meja II guna pencatatan dalam register, untuk diserahkan
ke kasir guna pembukuan jurnal,
11. Tiap-tiap
perkara banding harus sudah diputus paling lambat 3 bulan sejak perkara
didaftar di register tingkat banding,
12. Jika ada
pemeriksaan tambahan, maka waktu pemeriksaan tambahan tidak termasuk dihitung 6
bulan,
13. Jika
dalam waktu 6 bulan perkara belum diputus maka harus dilaporkan ke Mahkamah
Agung disertai alasannya.
D. Kedudukan MHTB Terhadap
Perkara –hlm.24
MHTB bertugas dan berwenang untuk:
1.
Memeriksa apakah proses
beracara pada tingkat pertama tidak melanggar hukum acara yang berakibat batal
demi hukum untuk kemudian diperbaiki, dilengkapi, dan disempurnakan pada
tingkat banding.
2.
Mengatur ulang perkara yang
telah diperiksa dipertimbangkan dan diputus oleh MHTP untuk kemudian diperiksa
dipertimbangkan dan diputus ulang pada tingkat banding.
E. Prosedur Pemeriksaan Perkara Banding –hlm.27
·
Memeriksa kelengkapan
administrasi pendaftaran perkara Pada tingkat banding yang meliputi;
- surat keterangan dari panitera bahwa perkara sudah terdaftar pada tingkat banding
- surat pengantar berkas banding yang ditandatangani oleh panitera PA/MS
- akta permohonan banding dalam bundel B
- surat kuasa khusus untuk banding (jika pernyataan banding diwakili oleh kuasa hukum), dll
·
Memeriksa kelengkapan bundel
B untuk banding,
·
Memeriksa administrasi
perkara pada tingkat pertama,
·
Memeriksa prosedur dan
administrasi persidangan tingkat pertama,
·
Memeriksa minutasi berkas
perkara bundel A,
·
Memeriksa kompetensi absolut
PA/MS pemeriksa perkara,
·
Memeriksa upaya damai tingkat pertama,
·
Memeriksa legal standing
para pihak yang berperkara,
·
Memeriksa Eksepsi,
·
Memeriksa positum dan posita,
·
Memeriksa alat bukti,
·
Menyimpulkan secara singkat
kronologi kasus berdasarkan fakta hukum yang ada,
·
Mempertimbangkan ulang
pemeriksaan, pertimbangan, dan amar putusan MHTP,
·
Membuat kesimpulan akhir
hasil pemeriksaan ulang,
·
Mempertimbangkan biaya
perkara,
·
Mengambil keputusan,
·
Membuat konsep surat
keputusan,
·
Mengucapkan keputusan dalam
sidang terbuka untuk umum,
·
Menandatangani putusan,
·
Minutasi berkas perkara
tingkat banding,
F. Musyawarah Dan Sidang Putusan MHTB –hlm.40
Musyawarah dilakukan dalam sidang tertutup dan bersifat
rahasia. Dalam
musyawarah pengambilan keputusan, masing-masing
anggota majelis hakim wajib memberi "pertimbangan dan pendapat secara
tertulis." Pendapatan
pertimbangan hakim harus memuat alasan hukum, dasar hukum, dan sumber hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis. Musyawarah hakim dapat
diikuti oleh panitera pengganti atau tanpa panitera pengganti. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah mufakat. jika tidak ada
kesepakatan, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
G. Fungsi Putusan Banding Terhadap Putusan Tingkat Pertama –hlm.43
Putusan
PTA/MSA memiliki fungsi untuk:
1.
Mengukuhkan/menguatkan putusan PA/MS,
2.
Menggantikan putusan PA/MS,
3.
Menyempurnakan dan atau
memperbaiki putusan PA/MS,
4.
Melengkapi kekurangan putusan
PA/MS.
H. Prosedur Permohonan Izin Banding Prodeo –hlm.47
Pelayanan
permohonan izin banding secara prodeo dilaksanakan sebagai berikut:
1.
Permohonan izin banding
secara prodeo diajukan di kepaniteraan PA/MS setempat
dengan melampirkan surat-surat
bukti yang sah,
2.
Permohonan dicatat dalam buku
khusus untuk itu ,
3.
Permohonan izin banding
secara prodeo diperiksa oleh Hakim dan PP yang ditunjuk dan dibuat BAS,
4.
BAS dikirim ke PTA/MSA yang akan memeriksa perkara banding
dimaksud untuk mendapat penetapan.
I. Pencabutan Perkara Banding –hlm.50
Perkara banding hanya dapat dicabut oleh pembanding
atau kuasanya yang diberi kuasa istimewa untuk itu. Apabila pencabutan banding dilakukan oleh kuasa hukumnya, maka
permohonan pencabutan harus ditandatangani pula oleh pembanding in persona. Permohonan
pencabutan banding disampaikan kepada panitera PA/MS pemeriksa perkara, kemudian panitera membuat akta permohonan pencabutan
banding yang juga ditandatangani oleh pembanding. Panitera PA/MS segera
mengirimkan akta permohonan pencabutan banding yang dimaksud ke PTA/MSA untuk
diproses. Dengan
dicabutnya permohonan banding, maka
putusan PA/MS menjadi BHT.
J. Perdamaian Pada Tingkat Banding –hlm.51
Ada dua jenis perkara dalam perdamaian di tingkat
banding, itu perkara
kebendaan dan perkara perceraian.
K. Penyelesaian Sengketa Kewenangan Mengadili Antar PA/MS Dalam Satu Daerah Hukum PTA/MSA –hlm.51
Penyelesaian sengketa kewenangan mengadili antar PA/MS dilaksanakan dengan mengacu pada tata cara sebagai
berikut:
1.
PTA/MSA bertugas dan
berwenang mengadili tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili
antar PA/MS di daerah hukumnya ( pasal 51 ayat (2) UU Peradilan Agama)
2.
Sengketa kewenangan mengadili
terjadi apabila ada antara pihak-pihak yang sama dalam perkara yang sama dan
dalam waktu yang sama diajukan perkaranya kepada dua PA/MS atau lebih yang berbeda dimana masing-masing PA/MS masih memproses perkaranya dan belum ada yang
menjatuhkan keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
L. Sengketa Kewenangan Mengadili Antara PTA/MSA Pelaksana Perkara
Dengan PTA/MSA Lain Atau PTB Lain –hlm.55
Penyelesaian sengketa kewenangan mengadili antara
PTA/MSA dengan PTA/MSA lain atau PTB lain di
luar lingkungan Peradilan Agama, dilaksanakan dengan
tata cara sebagai berikut: 1.) Sengketa kewenangan mengadili diketahui apabila
ada keberatan dari para pihak yang telah mengajukan perkara yang sama ke PA/MS
di luar daerah hukum PTA/MSA setempat atau pengadilan lain di luar lingkungan
Peradilan Agama yang menurutnya berwenang mengadili perkara itu. 2.) PTA/MSA
pemeriksa perkara melakukan konfirmasi secara tertulis kepada PT lain untuk
mengetahui kebenaran tersebut. 3.) Setelah
menerima surat tersebut pemeriksaan akan dihentikan dan kemudian mengajukan
permohonan penetapan sengketa kewenangan mengadili ke Mahkamah Agung. 4.) Setelah mendapat penetapan mengenai pengadilan mana
yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili, PTA/MSA pemeriksaan perkara segera
melanjutkan pemeriksaan berdasarkan
penetapan Mahkamah Agung tersebut.
BAB III
HAKIM TINGGI PEMBINA DAN PENGAWAS DAN PELAKSANA PENGADUAN
- Hakim Tinggi Pembina Dan Pengawas –hlm.58
Hakim tinggi tanpa mana pengawas mempunyai tugas pokok
yaitu Membina dan mengawasi agar setiap pengadilan di daerah hukumnya mampu
untuk:
1.
Menjaga kemandirian badan
peradilan,
2.
Memberikan pelayanan hukum
yang berkeadilan kepada pencari keadilan,
3.
Meningkatkan kualitas
kepemimpinan badan peradilan,
4.
Meningkatkan kredibilitas dan
transparansi badan peradilan,
Pembina dan pengawas hakim tinggi dibagi menjadi dua
jenis, pembinaan dan pengawasan bidang dan
pembinaan dan pengawasan daerah.
- Pelaksanaan Pembinaan Dan Pengawasan –hlm.60
Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan didasarkan pada
pasal 53 UU Peradilan Agama, surat
keputusan ketua Mahkamah Agung nomor 145/KMA/SK/VII/2007 tentang
Memperlakukan Buku IV Pedoman
Pelaksanaan Pengawasan Di Lingkungan Lembaga Pengadilan.
Pembina dan
pengawas pelaksanaan dalam tugas pokok dan fungsinya dan tingkah laku aparat pengadilan dapat dilaksanakan dengan
cara-cara sebagai berikut:
·
Pembina dan pengawas langsung ke lokasi objek,
·
Pembina dan pengawas tidak langsung dengan melalui: website, laporan, eksaminasi putusan, inventarisasi temuan-temuan pada berkas perkara, bimbingan teknis, dan penanganan pengaduan.
- Hakim Tinggi Pelaksana Penanganan Pengaduan –hlm.71
Hakim tinggi pelaksana penanganan pengaduan adalah
Hakim yang diberikan tugas oleh ketua PTA/MSA untuk menerima dan melaksanakan
penanganan pengaduan. Tugas
pokoknya adalah menyelesaikan setiap pengaduan masyarakat secara profesional
demi menjaga citra dan wibawa pengadilan dan menjaga kepercayaan masyarakat
kepada pengadilan.
- Pelaksanaan Penanganan Pengaduan –hlm.72
1.
Semua pengaturan yang
diterima oleh PA/MS, PTA/MSA
dan MA harus disampaikan kepada dan
diketahui oleh badan pengawas Mahkamah Agung.
2.
PTA/MSA dapat menangani
pengaduan baik atas inisiatif sendiri atau atas perintah Mahkamah Agung
terhadap pengaduan yang melibatkan unit kerja atau aparat di PTA/MSA atau PA/MS
di bawahnya.
3.
Pelaksana penanganan
pengaduan di PTA/MSA dipimpin oleh pimpinan
PTA/MSA dan Hakim
tinggi dengan dibantu oleh panitera muda hukum yang bertugas melaksanakan
fungsi kesekretariatan.
4.
Pengaduan hanya dapat
diterima dan ditandatangani apabila disampaikan secara tertulis.
5.
Penerimaan pengadaan
dilaksanakan oleh meja pengaduan
kemudian mencatat waktu,
identitas, dan nomor pengaduan dalam buku
pengaduan.
6.
Panitera muda hukum
menyampaikan pengaduan tersebut kepada pimpinan PTA/MSA.
- Pelaporan, Rekomendasi, dan Tindak Lanjut –hlm.77
Laporan hasil pemeriksaan harus sudah diselesaikan
selambat-lambatnya 14 Hari setelah selesainya pemeriksaan. Ada tiga bentuk laporan hasil pemeriksaan, yaitu:
laporan bentuk panjang yang terdiri dari bab-bab, laporan bentuk panjang yang terdiri dari bagian-bagian,
dan laporan bentuk pendek.
BAB IV
HAKIM TINGGI PEMIKIR DAN PELAKU PEMBARUAN
- Hakim Tinggi Pemikir Dan Pelaku Pembaruan –hlm.82
Hakim tinggi pemikir pembaruan
adalah hakim tinggi yang cerdik dan pandai yang pemikirannya memberi manfaat
kepada orang lain dengan mencitpakan sesuatu yang lebih baik di bidang hukum
peradilan. Tugas pokoknya adalah sebagai pemikir dan pelaku
pembaharuan hukum dan peradilan demi terwujudnya Badan Peradilan
Indonesia yang Agung.
- Pelaksanaan Tugas Hakim Tinggi Pemikir dan Pelaku Pembaruan –hlm.84
Tugas dan fungsi sebagai pemikir dan pelaku
pembaharuan adalah
1.
Mengkaji dan menindaklanjuti
temuan-temuan yang diperoleh dalam pemeriksaan perkara,
2.
Melakukan kajian-kajian di
kalangan para hakim tinggi mengenai isu terkini,
3.
Mengembangkan pembaruan
konsep-konsep hukum berdasarkan sifat dan tuntunan Syariah Islam, falsafah
Pancasila dan hukum yang hidup dalam masyarakat,
4.
Siap menjadi narasumber dalam
berbagai kegiatan di daerah hukumnya maupun di luar daerah hukumnya,
5.
Mengembangkan kreativitas
dalam melakukan peningkatan kualitas SDM,
6.
Meningkatkan peran dan fungsi
hakim tinggi, dll.
- Administrasi Dan Dokumentasi Pelaksanaan Tugas –hlm.86
Pelaksanaan tugas hakim tinggi sebagai pengatur dan
pelaku pembaruan harus di administrasikan dan di dokumentasikan dengan tertib. Administrasi dan dokumentasi kegiatan hakim tinggi
dikendalikan di kepaniteraan hukum PTA/MSA. Kajian hukum
dilakukan secara mandiri, dan
objek kajiannya bertalian dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. Hasil kajian kemudian disosialisasikan dalam forum
terbuka yang dapat dihadiri oleh semua pegawai atau masyarakat yang berminat
BAB VI
PENUTUP –hlm.89
D. Sasaran Penulisan Buku
Semua
kalangan yang membutuhkan informasi terkait Perdilan Agama, baik itu pelajar/mahasiswa, guru/dosen, para profesi
hukum, bahkan hakim.
E. Urgensitas Buku
Buku ini
mempunyai urgensitas yang sangat berguna untuk memberikan informasi terkait
aturan pelaksanaan trilogi tugas pokok dan fungsi hakim tinggi di Pengadilan
Agama. Buku ini ditulis untuk memberikan rumusan baku landasan dan panduan praktis mengenai prosedur
dan pelaksanaan administrasi di
Pengadilan Agama.
Banyak sekali
tulisan dalam bentuk artikel maupun jurnal yang terkait dengan peradilan,
menggunakan buku ini sebagai rujukan utama sebagai bahan
tulisan mereka. Tidak sedikit
pula perkuliahan yang menjadikan buku ini sebagai materi dalam proses
pembelajaran. Pembahasan materi tentang hukum
tidak akan terlepas
dari lembaga penegak hukum layaknya Peradilan Agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kelebihan Dan Kekurangan
Kelebihan buku Pedoman Pelaksaan Tugas Hakim Tinggi
Perdilan Agama adalah dari substansi atau isi pembahasannya. Penjelasannya
cukup untuk menggambarkan secara umum mengenai ketentuan dan prosedur/tata cara
pelaksanaan administrasi peradilan. Semuanya dibahas dari awal administrasi
hingga pemeriksaan dan putusan titulis dalam buku tersebut. Bahasa yang dipakai
oleh penulis dalam buku tersebut juga ringan dan jarang menggunakan istilah
asing, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami isi penjelasan dari buku
tersebut.
Kekurangan dari buku tersebut adalah terletak dalam teknis
penulisan susunan kalimat dan pengetikan atau tata letak yang digunakan.
Penjelasan yang digunakan di buku tersebut menggunakan penjelasan
per-poin, tidak menggunakan kalimat
paragraf yang deskriptif. Selain itu
tidak disebutkan adanya footnote sebagai sumber rujukan yang digunakan dalam
penulisan buku tersebut.
B. Kritik dan Saran
Segala kekurangan yang terkait buku ini
baik dari sampul, isi, hingga daftar pustaka, harap menjadi pembenahan agar
buku ini menjadi lebih baik lagi. Buku ini masih
juga kurang banyak materinya tentang Lembaga Peradilan Agama.
Saran penulis terhadap buku yang direnensi ini adalah agar buku ini diperbaiki mengenai hal-hal yang membuat
buku ini menjadi kurang kualitansnya. Pembahasan mengenai Lembaga Peradilan
Agama jika bisa diperdalam lagi, agar dapat menambah kualitas buku, sehingga
ilmu yang didapatkan pembaca tidak setengah-setengah.
C. Perbandingan Buku
No
|
Judul Buku
|
Penulis
|
Penerbit
|
Kota dan Tahun
|
1.
|
Pedoman
Pelaksaan Tugas Hakim Tinggi Perdilan Agama
(Buku
Primer)
|
Dr. H. A. Mukti Arto, S.H.,
M.Hum.,
ISBN
|
Pustaka Pelajar
|
Yogyakarta, 2015
|
2.
|
Peradilan Agama di Indonesia
(Buku Sekunder I)
|
Abdullah Tri Wahyudi, S.Ag., SH.
|
Pustaka
Pelajar
|
Yogyakarta, 2004
|
3.
|
Hukum Acara Peradilan Agama
(Buku Sekunder II)
|
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
|
Pustaka Pelajar
|
Yogyakarta, 2007
|
4.
|
Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan Bidangnya
(Buku Sekunder III)
|
Andi Tahir Hamid, S.H
|
Sinar Grafika
|
Jakarta, 1996
|
5.
|
Jejak Langkah Peradilan Agama Di Indonesia
(Buku Sekunder IV)
|
Dr. H. Jaenal Aripin, M.Ag
|
Kencana Prenada Media Group
|
Jakarta, 2013
|
6.
|
Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah
Syari’ah di Indonesia.
(Buku Sekunder V)
|
Drs.
M. Fauzan, SH., MM.
|
Pranada
Media
|
Bandung,
1991
|
No
|
Aspek
|
Buku
|
1.
|
Latar Belakang Penulisan
|
Buku Primer
Latar belakang penulisan buku ini adalah
karena ingin menyamakan persepsi para hakim tinggi yang bertalian dengan
prosedur dan administrasi pelaksanaan Trilogi tugas pokok dan fungsi hakim
tinggi. Kemudian untuk mendukung pelaksanaan misi Mahkamah Agung guna
mempercepat tercapainya visi Mahkamah Agung.
Buku Sekunder I
Alasan penulisan buku ini adalah karena
buku buku referensi tentang Peradilan Agama belum begitu banyak sehingga
dengan adanya buku ini dapat menambahkan khazanah referensi buku tentang
Peradilan Agama.
Buku Sekunder II
Sebagai bahan
kajian dalam rangka memantapkan sistem hukum nasional.
Buku Sekunder III
Buku ini di tulis untuk menjelaskan
perkembangan-perkembangan yang terjadi pada Peradilan Agama.
Buku Sekunder IV
Buku ini ditulis dalam rangka ulang tahun yang
ke-130 tahun kelahiran Peradilan Agama
Buku Sekunder V
Pokok-Pokok
Hukum Acara PA dan Mahkamah Syari’ah yang memberikan pemahan mendalam akan
Pasal-pasal acara dalam peraturan perundang-undangan dan lain sebagainya
|
2.
|
Kedalaman dan Keluasan Isi Buku
|
Buku Primer
buku ini membahas pedoman dan tata cara beracara di
pengadilan agama. Bahasan yang diterangkan dalam buku tersebut meliputi
prosedur administrasi, pemeriksaan,
hingga putusan pada tingkat banding.
Buku Sekunder I
Pada awal bahasanya, buku ini menjelaskan
tentang sejarah Peradilan Agama. Tetapi juga terdapat materi yang menyinggung
tentang administrasi di peradilan agama, namun tidak terlalu terperinci.
Buku Sekunder II
Menguraikan
masalah etika hakim yang beragama Islam, terobosan hukum acara peradilan
Islam yang dapat dipilih oleh hakim dalam menentukan keadilan terhadap
perkara-perkara yang diajukan kepadanya
Buku Sekunder III
Menjelaskan hal baru mengenai perubahan yang terjadi pada bidang-bidang yang ada
pada Peradilan Agama.
Buku Sekunder IV
Buku ini ditulis dalam rangka ulang tahun yang
ke-130 tahun kelahiran Peradilan Agama
Buku Sekunder V
Disusunnya buku
ini dengan mensistematisir seluruh pasal-pasal acara dalam peraturan
perundang-undangan dan mengklasifisir tahapan permasalahan acara dalam Acara
Perdilan Agama
|
3.
|
Tujuan Penulisan
|
Buku Primer
Tujuan dari penulisan buku ini adalah
memberi rumusan baku landasan dan panduan praktis mengenai prosedur dan
administrasi pelaksanaan ideologi
tugas pokok dan fungsi hakim tinggi. Selain itu, adanya buku ini bertujuan
untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas hakim tinggi dengan prinsip
memberi jaminan kemerdekaan bagi Hakim tinggi dalam memeriksa dan mengadili
perkara agar dapat memberi pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari
keadilan.
Buku Sekunder I
Tujuan penulisan buku ini adalah agar dapat
dijadikan pedoman bagi mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah Peradilan
Agama di Indonesia maupun siapa saja yang berminat untuk mempelajari
Peradilan Agama di Indonesia dan dapat menambahkan khazanah referensi buku
tentang Peradilan Agama.
Buku Sekunder II
Menjadi
bahan kajian bagi intelektual muda dan penegak hukum di masa depan yang
memerlukan materi hukum agar dapat meluas cakrawala pengetahuannya
Buku Sekunder III
Memberikan informasi terkait perkembangan
Peradilan Agama
Buku Sekunder IV
Menceritakan
perjalanan Peradilan Agama dari masa ke masa
Buku Sekunder V
Untuk menjadikan
PA benar-benar menjalankan fungsi dan tugas nya ssesuai dengan pasal-pasal
yang sudah dibuat dan unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut serta
dengan proses acara yang sedang berjalan.
|
4.
|
Sasaran Pembaca
|
Buku Primer
Semua kalangan
yang membutuhkan informasi terkait Perdilan Agama, baik itu pelajar/mahasiswa, guru/dosen, para
profesi hukum, bahkan hakim.
Buku Sekunder I
Sasaran penulisan buku ini adalah kepada para
mahasiswa khususnya untuk mempelajari lebih dalam terkait Peradilan Agama.
Selain mahasiswa, buku ini juga diperuntukkan kepada para pemerhati hukum,
pencari keadilan, dan juga siapa saja yang berminat untuk mempelajari
Peradilan Agama di Indonesia.
Buku Sekunder II
Mahasiswa
Fakultas Syari’ah dan mahasiswa Fakultas Hukum Jurusan Hukum Islam
Buku Sekunder III
Sasaran penulisan buku adalah untuk para
pelajar di tingkat universitas
Buku Sekunder IV
Semua kalangan
yang membutuhkan informasi terkait Perdilan Agama
Buku Sekunder V
Terutama para
Hakim, Advokat, Dosen dan Mahasiswa
|
BAB III
PENTUP
Dengan adanya buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Hakim Tinggi bukan berarti
semua tugas hakim tinggi sudah ditata dengan final dan sempurna. Masih banyak
lagi agenda di luar ini yang masih harus disempurnakan. Oleh sebab itu,
diharapkan kepada semua orang yang tinggi untuk terus melakukan kajian dan
pembaruan hukum dan peradilan seiring dengan perkembangan teknologi dan
kemajuan masyarakat.
Sebagaimana telah dikemukakan, diharapkan dengan adanya
Pedoman Pelaksanaan Tugas Hakim Tinggi yang memuat teori tugas pokok dan fungsi
hakim tinggi ini para hakim tinggi dapat meningkatkan pelaksanaan tugas secara
profesional dan proporsional.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jauziyah, Ibnul Qayyim, Hukum
Acara Peradilan Islam, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2007
Aripin, Jaenal, Jejak
Langkah Peradilana Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2013
Arto, Mukti. 2015. Pedoman
Pelaksaaan Tugas Hakim Tinggi Peradilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fauzan, M, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah
Syari’ah di Indonesia, Bandung : Pranada Media, 1991
Hamid, Andi Tahir, Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan
Bidangnya, Jakarta : Sinar Grafika, 1996.
Wahyudi, Abdullah
Tri, Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2004.
,
,
CURICULUM VITAE
Nama : Wahyu Erman Hambali
TTL : Purbalingga, 14 Februari
2000
Alamat : Baleraksa 03/05, Karangmoncol, Purbalingga
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No. Hp : 0857-8672-2212
Email : wahyuerman55@gmail.com
Riwayat
Pendidikan
·
RA Baleraksa 01
(2003-2005)
·
MI Ma’arif NU 01
Baleraksa (2005-2011)
·
MTs Ma’arif NU
04 Tamansari (2011-2014)
·
MAN Purbalingga (2014-2017)
Riwayat Organisasi
·
HMI Komisariat
Tarbiah dan Keguruan
·
KOPMA UIN Sunan
Kalijaga
·
Kopontren
Al-munawwir
·
HMPS HKI