Rabu, 18 Desember 2019

PERCERAIAN DI LUAR PENGADILAN


PERCERAIAN DI LUAR PENGADILAN

Dosen Pengampu:
Drs. SupSupriatna, M. Si.
 
Oleh:

Wahyu Erman Hambali (17103050051)


PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019




DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................       i
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................      1
A.    Latar Belakang........................................................................................      1
B.     Rumusan Masalah...................................................................................      1
C.     Tujuan.....................................................................................................      2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................      3
A.    Peceraian.................................................................................................      3
B.     Perceraian di Luar Pengadilan................................................................      5
C.     Dapak dari Perceraian di Luar Pengadilan.............................................      7
D.    Istimbat Hukum Perceraian di Luar Pengadilan......................................... 10
BAB III PENUTUP....................................................................................    11
A.    Kesimpulan.............................................................................................    11
B.     Saran.......................................................................................................    11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................    13





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun  lagi sebagai suami isteri. Putusnya perkawinan oleh suami atau istri atau atas kesepakatan kedua-duanya apabila hubungan mereka tidak lagi memungkin-kan tercapainya tujuan perkawinan. Pada umumnya perceraian dianggap tidak terpuji akan tetapi bila keadaan mereka menemui jalan buntu untuk dapat memperbaiki hubungan yang retak antara suami dan istri, maka pemutusan perkawinan atau perceraian menjadi hal yang wajib. Timbulnya perselisihan tidak hanya dikarenakan oleh pihak wanita atau hanya pihak laki-laki saja, akan tetapi dikarenakan oleh sikap egoisme masing masing individu. Oleh karena itu, perceraian dapat dilakukan apabila dengan alasan yang kuat dengan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Di Indonesia, angka perceraian cukup tinggi terjadi, seperti di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta yang dimana sejak bulan Januari-Juli 2019 ada sekitar 657 kasus perceraian, belum termasuk kasus perceraian yang dilakukan di luar pengadilan. Dari tulisan diatas, kami akan membahas lebih jauh seputar perceraian di luar nikah berdasarkan beberapa perspektif.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan perceraian ?
2.      Apa yang dimaksud dengan perceraian di luar pengadilan ?
3.      Bagaimana dampak yang terjadi dari pelaksanaan perceraian di luar pengadilan?
4.      Bagaimana istimbat hukum mengenai perceraian di luar pengadilan?

C.    Tujuan
1.         Untuk mengetahui apa yang dimaksud perceraian
2.         Untuk mengetahui apa yang di maksud perceraian di luar pengadilan
3.         Untuk mengetahui dampak yang terjadi dari perceraian di luar pengadilan
4.         Untuk mengetahui istimbat hukum perceraian di luar pengadilan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perceraian
Pereraian atau nama lainnya disebut dengan talak yang artinya melepaskan atau meninggalkan. [1] Menurut Subekti perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.[2] Apabila telah terjadi perkawinan, hal yang harus dihindari adalah pereraian, meski pereraian merupakan bagian dari hukum adanya persatuan atau perkawinan itu sendiri. Pereraian dilakukan untuk melepakan hubungan perkawinan yang di anggap sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Kenyamanan dan keharmonisan rumah tangga tidak mungkin untuk melanjutkan perkawinan tersebut. Pereraian menjadi jalan keluar dari masalah keluarga yang sudah tidak dapat diselesaikan.
Selain karena perceraian, hubungan perkawinan juga putus karena kematian salah satu pihak atau karena putusan pengadilan. Perceraian dapat terjadi karena talak yang dijatuhkan oleh pihak suami atau dengan kata lain inisiatif untuk bercerai berasal dari pihak suami. Perceraian juga dapat terjadi karena gugatan dari pihak istri atau dengan kata lain inisiatif untuk bercerai dari pihak istri.
Dalam KHI ditegaskan bahwa seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya harus terlebih dahulu mengajukan permohonan, baik lisan maupun tulisan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakannya sidang untuk keperluan itu.[3] Namun KHI sedikit berbeda dengan UU perkawinan.. Dalam KHI dibedakan antara perceraian yang diakibatkan karena talak dan perceraian karena gugatan permohonan talak dilakukan oleh suami sedangkan gugatan perceraian dilajukan oleh isteri.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, perceraian dianggap telah terjadi terhitung sejak saat perceraian tersebut dinyatakan oleh pihak suami terhadap istrinya. Ketentuan tersebut menegaskan pula bahwa perceraian harus dilakukan di hadapan pengadilan. Perceraian dapat terjadi karena talak, khulu’, zihar, fasakh, atau murtad. Selain oleh suami, perceraian juga dapat dilakukan dengan gugatan dari pihak istri dengan cara khulu’, yakni dengan membayar ‘iwadh (ganti rugi) untuk memaksa suami menjatuhkan talak. Bila suami tidak mau menjatuhkannya, maka hakim dapat memutuskan perkawinan itu dengan paksa.
Perceraian dapat terjadi karena beberapa alasan, yaitu:
1.           Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2.           Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak laindan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3.           Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4.           Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
5.           Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat melakukan kewajibannya sebagai suami istri.
6.           Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, dan tidak ada harapan akanhidup rukun dalam rumah tangga.[4]
Perceraian merupakan dinamika rumah tangga. Walaupun dalam masalah perceraian ajaran Islam membenarkannya seorang suami menjatuhkan talak,namun harus di ingat bahwa perceraian merupakan perbuatan halal yang mempunyai prinsip dilarang oleh Allah SWT. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Allah SWT membeni talak yang dijatuhkan tanpa tujuan yang mendesak. Rasulullah SWT bersabda:
“Diceritakan Katsir bin Ubai,diceritakan Muhammad Bin Kholid dari Ma’ruf bin Ditsar dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW bersabda, perbuatan halal yang paling dilaknat Allah SWT adalah talak”[5]

B.     Perceraian di Luar Pengadilan
Perceraian di luar pengadilan hukumnya sah menurut agam, tetapi hukumnya tidak sah menurut undang-undang. Talak di luar pengadilan yang dimaksud adalah perceraian yang telah memenuhi semua syarat dalam rukun talak dan syari’at Islam, namun tanpa penetapan resmi di instasi berwenang sebagai diatur dalam peraturan perundang-undangan.[6]
Perceraian di luar pengadilan menurut aturan hukum di Indonesia adalah pemutusan hubungan antara suami dan istri tidak sesuai aturan yang ada, hanya sekedar ucapan dan tidak melalui pengadilan. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak hanya mengatur tentang perkawinan, tetapi mengatur pula masalah perceraian, begitu pula peraturan organiknya seperti Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975. Peraturan ini diperuntukkan untuk semua agama. Dan khusus untuk umat Islam pada tahun 1991 dikeluarkan Inpres No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam yang isinya penambahan norma hukum baru dan merupakan pengesahan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebelumnya.[7]
Dalam pasal 65 UU No.7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 Jo Pasal 39 UU No.1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa: ” Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.”
Dalam penjelasan umum UU No.7 Tahu 1989 dijelaskan bahwa UU Perkawinan bertujuan untuk melindungi kaum wanita pada umumnya dan pihak istri khususnya. Secara yuridis UU tersebut bertujuan untuk mendapatkan suatu kepastian hukum. [8]
Pelaksanaan Perceraian di luar Pengadilan Agama:[9]
1.  Dilakukan dengan cara talak lisan
2.  Dengan  cara  pernyataan  tertulis  yang disampaikan kepada isteri
3. Dengan  cara  musyawarah  dalam  suatu majelis  pertemuan  yang  dipersaksikan dan dituangkan dalam bentuk surat cerai.
Meskipun sudah ada mekanisme perceraian, namun tetap saja ada yang melakukan penyimpangan yang dilakukan masyarakat seputar perceraian ini. Factor penyebab hal ini adalah sebagai berikut:
1.      Sudah menjadi suatu kebiasaan
2.      Kurangnya kesadaran hukum
Berangkat dari suatu kebiasaan bercerai tanpa prosedur dengan tidak melalui pengadilan, bahwamereka yang melakukan perceraian di luar pengadilan agama bisa dikatakan sebagai orang yang tidak taat hukum, dan kurang sadar terhadap peraturan yang berlaku mengenai masalah perceraian. Bahwa sebenarnya seseorang itu mengetahui kalau bercerai itu harus ke Pengadilan Agama, namunmelakukan perceraian tidak melalui pengadilan. Pada dasarnya sedikit banyak masyarakat tahu tentangperaturan perUndang-undangan mengenai perkawinan yang di dalamnya juga mengatur masalahperceraian melalui penyuluhan.
3.      Masalah Pribadi yang Harus ditutupi
Perceraian tidak melalui pengadilan juga disebabkan karena adanya anggapan bahwa perceraianyang mereka lakukan adalah masalah pribadi, dan menganggap apabila melalui pengadilan, makamasalah mereka atau hal yang menyebabkan mereka bercerai akan diketahui banyak orang.
4.      Faktor Ekonomi
Biaya persidangan yang begitu besar memicu terjadinya perceraian di luar pengadilan. Ini bisadirasakan oleh masyarakat yang ekonominya pas-pasan, sehingga mereka tidak sanggup membayarpersidangan. Salah satu yang memberatkan masyarakat melalukan perceraian di luar pengadilanbiasanya karena mereka terbebani masalah biaya pengadilan, karena memang biaya pengadilanlumayan besar terutama bagi mereka yang golongan ekonomi menengah ke bawah.
5.      Masalah Waktu
Selain masalah biaya, persidangan juga ada faktor penting yang mengakibatkan mereka melakukan perceraian di luar pengadilan, yatu masalah proses persidangan yang begitu lama,sedangkan mereka ingin sekali masalah perceraian itu cepat selesai.[10]

C.      Dampak Pelaksanaan Perceraian di Luar Pengadilan
1.      Akibat perceraian di luar pengadilan terhadap status perkawinan
Perceraain di luar pengadilan agama, membawa akibat putusnya hubungan hukum antara suami isteri yang bersangkutan, status suami  berubah  menjadi  duda,  dan  isteri menjadi janda. Selanjutnya dengan putusnya hubungan  itu,   menyebabkan  hilangnya  hak dan  kewajiban  suami  isteri  dalam  rumah tangga.  Keduanya  harus  menjalani  hidup secara  terpisah  dan  tidak  mempunyai hubungan  lagi  satu  sama  lain.  Masingmasing  pihak  bebas  menentukan  sikapnya untuk tetap dalam status duda atau janda atau kawin lagi.[11]
Sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan keduabelah pihak. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sejak berlakunya Undang-Undang Perkawinansecara efektif yaitu sejak tanggal 1 Oktober 1975 tidak dimungkinkan terjadinya perceraian di luarprosedur pengadilan. Untuk perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Namun nampaknya, dengan ditetapkannya Undang-UndangPerkawinan tersebut tidak begitu berpengaruh bagi sebagian masyarakat, yang sudah terbiasa denganmelakukan perceraian di luar prosedur pengadilan, padahal perceraian tersebut dapat menimbulkandampak negatif terhadap suatu perceraian.
Bahwa status perceraian tersebut tidak memiliki akibat atau kekuatan hukum akibat dari padaperceraian tersebut, karena keputusan cerai tersebut tidak dilakukan di depan sidang pengadilan.Bahwa suatu perceraian yang tidak dilakukan di pengadilan sudah sangat jelas status hukumnya,bahwa perceraian tersebut tidak sah, berdasarkan Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam.
Pada dasarnya dalam Islam membenarkan seorang suami yang akan menceraikan suaminyahanya cukup diucapkan di depan istrinya atau orang lain maka jatuhlah talaq, akan tetapi dalam hidupbernegara harus taat kepada peraturan pemerintah, selama tidak bertentangan dengan hukum Islam itusendiri, karena taat kepada pemerintah, merupakan bagian dari kewajiban sebagai umat Muslim.Pemerintah membentuk suatu peraturan tentang perceraian bertujuan agar tertib administrasi sepertihalnya masalah pencatatan perkawinan, kelahiran anak serta mempersulit perceraian. Hal ini padadasarnya sesuai dengan prinsip hukum Islam mengenai perceraian yaitu mempersulit terjadinya perceraian.
1.      Akibat perceraian di luar pengadilan terhadap istri
Perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan akan berpengaruh dan mempunyai dampaknegatif terhadap istri, karena perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan tidak memiliki suratcerai yang mempunyai kekuatan hukum, sehingga si janda menikah lagi maka akan mendapatkankesulitan dengan pihak Kantor Urusan Agama. Karena setiap janda yang hendak menikah lagi harusmemiliki surat cerai dari Pengadilan, sehingga menempuh jalur menikah kedua kali lewat nikah dibawah tangan. Selanjutnya setelah terjadinya perceraian (cerai di luar pengadilan), si istri tidakmendapatkan haknya setelah bercerai, seperti nafkah selama masa iddah tempat untuk tinggal,pakaian, pangan.
2.      Akibat perceraian di luar pengadilan terhadap suami
Akibat perceraian di luar pengadilan tidak hanya berpengaruh terhadap istri tapi jugaberpengaruh terhadap suami. Sama halnya dengan istri, suami yang melakukan perceraian di luarpengadilan akan mengalami kesulitan ketika hendak menikah lagi dengan perempuan lain. Perceraianyang dilakukan di luar pengadilan tidak akan memiliki surat cerai yang sah dan memiliki kekuatanhukum tetap, sehingga jika hendak menikah lagi melalui Pihak Kantor Urusan Agama tidak akanmengizinkan sampai ada surat yang sah dari pengadilan, akhirnya mengambil jalur menikah di bawahtangan.
3.      Akibat perceraian di luar pengadilan terhadap anak
Perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan akan berpengaruh pada kondisi kejiwaananak, karena sering terjadi si ayah tidak member nafkah secara teratur dan jumlah yang tetap.Perceraian yang dilakukan di luar Pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga tidak dapatmemaksa si ayah ataupun ibu memberi nafkahnya secara teratur baik dari waktu memberi nafkahmaupun dari jumlah materi atau nafkah yang diberikan.[12]

D.    Istimbat Hukum Perceraian di Luar Pengadilan
Perceraian di Luar Pengadilan menurut Hukum Islam. Pereraian diluar pengadilan dibolehkan yang mana berhak menjatuhkan talak adalah suami, yang dimana tidak ada peraturan tentang apakah cerai harus di pengadilan karena dahulu ketika berrerai hanya sekedar uapan saja selama terpenuhi syarat dan rukunnya.
Perceraian di Luar Pengadilan menurut Majelis Ulama Indonesia.Majelis Ulama Indonesia memutuskan talak di luar pengadilan bisa dilakukan dan hukumnya sah. Namun dengan syarat ada alasan yang sesuai dengan hukum Islam yang kebenarannya bisa dibuktikan di pengadilan. Sebelum disepakati, keputusan ini melalui perdebatan panjang para peserta ijtima Komisi Fatawa MUI yang digelar di Ponpes Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat.[13]
Perceraian di luar pengadilan menurut PP MuhammadiyahPP Muhammadiyah memberikan kesimpulan bahwa :
1.        Perceraian harus dilakukan melalui proses pemeriksaan pengadilan: cerai talak dilakukan dengan cara suami mengikrarkan talaknya di depan sidang pengadilan, dan cerai gugat diputuskan oleh hakim;
2.      Perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan dinyatakan tidak sah.[14]

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perceraian adalah salah satu pemutusan hubungan perkawinan antara suami dan istri. Selain karena perceraian, hubungan perkawinan juga putus karena kematian salah satu pihak atau karena putusan pengadilan.
Perceraian di luar pengadilan adalah pemutusan hubungan antara suami dan istri tidak sesuai aturan yang ada, hanya sekedar ucapan dan tidak melalui pengadilan.
Sebab-sebab pelaksanaan perceraian di luar pengadilan:
3.      Sudah menjadi suatu kebiasaan
4.      Kurangnya kesadaran hukum
5.      Masalah Pribadi yang Harus ditutupi
6.      Factor ekonomi
7.      Masalah waktu
Selain penyebab tersebut, perceraian diluar pengadilan agama, juga dapat menimbulkan akibat lanjut sebagai berikut:
1. Akibat terhadap isteri
a. Tidak dapat melakukan perkawinandengan orang lain melalui KUA.
b.  Tidak dapat menuntut biaya    hidup melalui pangadilan agama
c.  Berakhirnya tanggungjawab terhadap biaya pemeliharaan anak
d.  Sulit untuk mendapatkan harta bersama.
2. Akibat terhadap anak
a. Sulit untuk mendapatkan bagian dari harta warisan.

Perceraian yang dilakukan di depan sidang pengadilan bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan berupa perlindngan terhadap institusi keluarga dan perwujudan kepastian hukum dimana perkawinan tidak begitu mudah diputuskan. Perceraian di muka pengadilan lebih menjamin persesuaiannya dengan pedoman islam tentang pereraian sebab sebelum adanya keputusan terlebih dahulu diadakan penelitian-penelitian  apakah alasa-alasannya ukup kuat untuk terjadinya perceraian.
.
B.     Saran
1.      Pereraian merupakan langkah teerakhir yang harus diambil ketika peerkawinan tidak bisa diselamatkan yang apabila pernikahan tersebut dilanjutkan akan ssemakin menimbulkan masalah. Oleh sebab itu, sebaiknya pereraian dilakukan di depan sidang Pengadilan yang tentunya dapat lebih mendatangkan kemaslahatan begi semua pihak.
2.      Hendaknya ada sosialisasi di bidang hukum terhadap masyarakat yang masih belum mengetahui betapa pentingnya pengetahuan tataara pereraian di Indonesia. Supaya tidak ada lagi pereraian diluar Pengadilan yang sebenarnya membawa kemudharatan terutama bagi isteri dan anak-anak.
3.      Bagi masyarakat yang telah melakukan perceraian di luar Peengadilan hendaknya mendaftarkan perceraiannya pada Pengadilan agar perceraian tersebut menjadi sah menurut Negara dan agar mendapatkan akta erai dari Pengadilan Agama, dan yang lebih penting adalah agar anak-anak yang ditinggalkan dapat terjamin semua hak-hak mereka sebagai anak.  



DAFTAR PUSTAKA

Beni Ahmad, Saebeni, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-Undang Bandung: Pustaka Setia, 2008
H. M. Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR


Kharlie Ahmad Tholabi, Hukum Keluarga Islam Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013)
Isa Muhammad, Perceraian Di Luar Pengadilan Agama Menurut Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh Besar), Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Volume 2, No. 1, Februari 2014.

Silfia Ulfah, Pereraian di Luar Pengadilan Menurut Majelis Ulama Indonesia (Studi Fatwa MUI No.1 Tahun 2012), Skripsi IAIN Purwo Kerto

Vivi Hayati, Dampak Yuridis Perceraian di Luar Pengadilan (Penelitian di Kota Langsa), Jurnal Hukum Samudra Keadilan No.2 Vol.10 Juli-Desember 2015





[1]Beni Ahmad, Saebeni, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-Undang (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hlm.52
[2] Muhammad Isa, Perceraian Di Luar Pengadilan Agama Menurut Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam(Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh Besar), Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Volume 2, No. 1, Februari 2014.
[3] Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Islam Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 231.
[4] Vivi Hayati, Dampak Yuridis Perceraian di Luar Pengadilan (Penelitian di Kota Langsa), Jurnal Hukum Samudra Keadilan No.2 Vol.10 Juli-Desember 2015
[5]Silfia Ulfah, Pereraian di Luar Pengadilan Menurut Majelis Ulama Indonesia (Studi Fatwa MUI No.1 Tahun 2012), Skripsi IAIN Purwo Kerto.,hlm4
[6]Ibid.,hlm8
[7] H.M.Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, hlm. 75
[8] Ibid, hlm.78-79
[9] Muhammad Isa, Perceraian Di Luar Pengadilan Agama Menurut Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam(Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh Besar), Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Volume 2, No. 1, Februari 2014.
[10] Vivi Hayati, Dampak Yuridis Perceraian di Luar Pengadilan (Penelitian di Kota Langsa), Jurnal Hukum Samudra Keadilan No.2 Vol.10 Juli-Desember 2015, hlm.222-223
[11] Muhammad Isa, Perceraian Di Luar Pengadilan Agama Menurut Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam(Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh Besar), Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Volume 2, No. 1, Februari 2014.
[12] Ibid. hlm. 224-225
[14]https://tarjih.or.id/perceraian-di-luar-sidang-pengadilan/ diakses tanggal 21 oktober 2019 pukul 21.29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEJARAH PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI MALAYSIA

Nama                : Wahyu Erman Hambali NIM                 : 17103050051 Prodi/Kelas      : Hukum Keluarga Islam/C SEJARAH PEMB...