PERCERAIAN DI LUAR
PENGADILAN
Dosen
Pengampu:
Drs.
SupSupriatna, M. Si.
Oleh:
Wahyu
Erman Hambali (17103050051)
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019
YOGYAKARTA
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI............................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A.
Latar Belakang........................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
A.
Peceraian................................................................................................. 3
B.
Perceraian di Luar Pengadilan................................................................ 5
C. Dapak
dari Perceraian di Luar Pengadilan............................................. 7
D. Istimbat
Hukum Perceraian di Luar Pengadilan......................................... 10
BAB III PENUTUP.................................................................................... 11
A.
Kesimpulan............................................................................................. 11
B. Saran....................................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara
suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara
suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri.
Putusnya perkawinan oleh suami atau istri atau atas kesepakatan kedua-duanya
apabila hubungan mereka tidak lagi memungkin-kan tercapainya tujuan perkawinan.
Pada umumnya perceraian dianggap tidak terpuji akan tetapi bila keadaan mereka
menemui jalan buntu untuk dapat memperbaiki hubungan yang retak antara suami
dan istri, maka pemutusan perkawinan atau perceraian menjadi hal yang wajib.
Timbulnya perselisihan tidak hanya dikarenakan oleh pihak wanita atau hanya
pihak laki-laki saja, akan tetapi dikarenakan oleh sikap egoisme masing masing
individu. Oleh karena itu, perceraian dapat dilakukan apabila dengan alasan
yang kuat dengan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia dituangkan di dalam
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Di Indonesia, angka
perceraian cukup tinggi terjadi, seperti di wilayah Pengadilan Tinggi Agama
Yogyakarta yang dimana sejak bulan Januari-Juli 2019 ada sekitar 657 kasus
perceraian, belum termasuk kasus perceraian yang dilakukan di luar pengadilan. Dari tulisan diatas, kami akan membahas lebih
jauh seputar perceraian di luar nikah berdasarkan beberapa perspektif.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan perceraian ?
2.
Apa yang dimaksud
dengan perceraian di luar pengadilan ?
3.
Bagaimana dampak yang terjadi dari pelaksanaan perceraian di luar
pengadilan?
4.
Bagaimana istimbat hukum mengenai perceraian di luar pengadilan?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud perceraian
2.
Untuk
mengetahui apa yang di maksud perceraian di luar pengadilan
3.
Untuk
mengetahui dampak yang terjadi dari perceraian di luar pengadilan
4.
Untuk
mengetahui istimbat hukum perceraian di luar pengadilan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perceraian
Pereraian atau nama lainnya disebut
dengan talak yang artinya melepaskan atau meninggalkan. [1] Menurut
Subekti perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas
tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.[2] Apabila
telah terjadi perkawinan, hal yang harus dihindari adalah pereraian, meski
pereraian merupakan bagian dari hukum adanya persatuan atau perkawinan itu
sendiri. Pereraian dilakukan untuk melepakan hubungan perkawinan yang di anggap
sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Kenyamanan dan keharmonisan rumah tangga
tidak mungkin untuk melanjutkan perkawinan tersebut. Pereraian menjadi jalan
keluar dari masalah keluarga yang sudah tidak dapat diselesaikan.
Selain karena perceraian, hubungan perkawinan juga putus karena
kematian salah satu pihak atau karena putusan pengadilan. Perceraian dapat
terjadi karena talak yang dijatuhkan oleh pihak suami atau dengan kata lain
inisiatif untuk bercerai berasal dari pihak suami. Perceraian juga dapat
terjadi karena gugatan dari pihak istri atau dengan kata lain inisiatif untuk
bercerai dari pihak istri.
Dalam KHI ditegaskan bahwa seorang suami yang akan menjatuhkan
talak kepada isterinya harus terlebih dahulu mengajukan permohonan, baik lisan
maupun tulisan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri
disertai dengan alasan serta meminta agar diadakannya sidang untuk keperluan
itu.[3] Namun
KHI sedikit berbeda dengan UU perkawinan.. Dalam KHI dibedakan antara
perceraian yang diakibatkan karena talak dan perceraian karena gugatan permohonan
talak dilakukan oleh suami sedangkan gugatan perceraian dilajukan oleh isteri.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, perceraian dianggap telah terjadi
terhitung sejak saat perceraian tersebut dinyatakan oleh pihak suami terhadap istrinya.
Ketentuan tersebut menegaskan pula bahwa perceraian harus dilakukan di hadapan
pengadilan. Perceraian dapat terjadi karena talak, khulu’, zihar, fasakh, atau
murtad. Selain oleh suami, perceraian juga dapat dilakukan dengan gugatan dari
pihak istri dengan cara khulu’, yakni dengan membayar ‘iwadh (ganti rugi) untuk
memaksa suami menjatuhkan talak. Bila suami tidak mau menjatuhkannya, maka
hakim dapat memutuskan perkawinan itu dengan paksa.
Perceraian dapat terjadi karena beberapa alasan, yaitu:
1.
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi
pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama
2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak laindan tanpa alasan yang sah
atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5
(lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
5.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau
penyakit yang mengakibatkan tidak dapat melakukan kewajibannya sebagai suami
istri.
6.
Antara suami istri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran, dan tidak ada harapan akanhidup rukun dalam
rumah tangga.[4]
Perceraian merupakan dinamika rumah tangga. Walaupun
dalam masalah perceraian ajaran Islam membenarkannya seorang suami menjatuhkan
talak,namun harus di ingat bahwa perceraian merupakan perbuatan halal yang
mempunyai prinsip dilarang oleh Allah SWT. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa
Allah SWT membeni talak yang dijatuhkan tanpa tujuan yang mendesak. Rasulullah
SWT bersabda:
“Diceritakan Katsir bin Ubai,diceritakan Muhammad Bin
Kholid dari Ma’ruf bin Ditsar dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW bersabda, perbuatan
halal yang paling dilaknat Allah SWT adalah talak”[5]
B.
Perceraian di Luar Pengadilan
Perceraian di luar pengadilan hukumnya sah menurut agam, tetapi
hukumnya tidak sah menurut undang-undang. Talak di luar pengadilan yang
dimaksud adalah perceraian yang telah memenuhi semua syarat dalam rukun talak
dan syari’at Islam, namun tanpa penetapan resmi di instasi berwenang sebagai
diatur dalam peraturan perundang-undangan.[6]
Perceraian di luar pengadilan menurut aturan hukum di Indonesia
adalah pemutusan hubungan antara suami dan istri tidak sesuai aturan yang ada,
hanya sekedar ucapan dan tidak melalui pengadilan. Undang-Undang No.1 Tahun
1974 tentang Perkawinan tidak hanya mengatur tentang perkawinan, tetapi
mengatur pula masalah perceraian, begitu pula peraturan organiknya seperti
Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975. Peraturan ini diperuntukkan untuk semua
agama. Dan khusus untuk umat Islam pada tahun 1991 dikeluarkan Inpres No.1
Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam yang isinya penambahan norma hukum
baru dan merupakan pengesahan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
sebelumnya.[7]
Dalam pasal 65 UU No.7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3
Tahun 2006 Jo Pasal 39 UU No.1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa: ” Perceraian hanya
dapat dilakukan di depan sidang setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha
dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.”
Dalam penjelasan umum UU No.7 Tahu 1989 dijelaskan bahwa UU
Perkawinan bertujuan untuk melindungi kaum wanita pada umumnya dan pihak istri
khususnya. Secara yuridis UU tersebut bertujuan untuk mendapatkan suatu
kepastian hukum. [8]
Pelaksanaan Perceraian di luar Pengadilan Agama:[9]
1. Dilakukan
dengan cara talak lisan
2. Dengan cara
pernyataan tertulis yang disampaikan kepada isteri
3. Dengan
cara musyawarah dalam
suatu majelis pertemuan yang
dipersaksikan dan dituangkan dalam bentuk surat cerai.
Meskipun sudah ada mekanisme perceraian, namun tetap saja ada yang
melakukan penyimpangan yang dilakukan masyarakat seputar perceraian ini. Factor
penyebab hal ini adalah sebagai berikut:
1.
Sudah menjadi suatu kebiasaan
2. Kurangnya
kesadaran hukum
Berangkat dari suatu kebiasaan bercerai tanpa
prosedur dengan tidak melalui pengadilan, bahwamereka yang melakukan perceraian
di luar pengadilan agama bisa dikatakan sebagai orang yang tidak taat hukum,
dan kurang sadar terhadap peraturan yang berlaku mengenai masalah perceraian.
Bahwa sebenarnya seseorang itu mengetahui kalau bercerai itu harus ke
Pengadilan Agama, namunmelakukan perceraian tidak melalui pengadilan. Pada
dasarnya sedikit banyak masyarakat tahu tentangperaturan perUndang-undangan
mengenai perkawinan yang di dalamnya juga mengatur masalahperceraian melalui
penyuluhan.
3. Masalah
Pribadi yang Harus ditutupi
Perceraian tidak melalui pengadilan juga disebabkan
karena adanya anggapan bahwa perceraianyang mereka lakukan adalah masalah
pribadi, dan menganggap apabila melalui pengadilan, makamasalah mereka atau hal
yang menyebabkan mereka bercerai akan diketahui banyak orang.
4.
Faktor
Ekonomi
Biaya persidangan yang begitu besar memicu
terjadinya perceraian di luar pengadilan. Ini bisadirasakan oleh masyarakat
yang ekonominya pas-pasan, sehingga mereka tidak sanggup membayarpersidangan.
Salah satu yang memberatkan masyarakat melalukan perceraian di luar pengadilanbiasanya
karena mereka terbebani masalah biaya pengadilan, karena memang biaya
pengadilanlumayan besar terutama bagi mereka yang golongan ekonomi menengah ke
bawah.
5.
Masalah
Waktu
Selain masalah biaya, persidangan juga ada
faktor penting yang mengakibatkan mereka melakukan perceraian di luar pengadilan, yatu
masalah proses persidangan yang begitu lama,sedangkan mereka ingin sekali
masalah perceraian itu cepat selesai.[10]
C.
Dampak Pelaksanaan Perceraian di Luar Pengadilan
1.
Akibat
perceraian di luar pengadilan terhadap status perkawinan
Perceraain di luar pengadilan agama, membawa
akibat putusnya hubungan hukum antara suami isteri yang bersangkutan, status
suami berubah menjadi
duda, dan isteri menjadi janda. Selanjutnya dengan
putusnya hubungan itu, menyebabkan
hilangnya hak dan kewajiban
suami isteri dalam
rumah tangga. Keduanya harus
menjalani hidup secara terpisah
dan tidak mempunyai hubungan lagi
satu sama lain.
Masingmasing pihak bebas
menentukan sikapnya untuk tetap
dalam status duda atau janda atau kawin lagi.[11]
Sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan,
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan keduabelah pihak.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sejak berlakunya Undang-Undang
Perkawinansecara efektif yaitu sejak tanggal 1 Oktober 1975 tidak dimungkinkan
terjadinya perceraian di luarprosedur pengadilan. Untuk perceraian harus ada
cukup alasan bahwa suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami
istri. Namun nampaknya, dengan ditetapkannya Undang-UndangPerkawinan tersebut
tidak begitu berpengaruh bagi sebagian masyarakat, yang sudah terbiasa
denganmelakukan perceraian di luar prosedur pengadilan, padahal perceraian
tersebut dapat menimbulkandampak negatif terhadap suatu perceraian.
Bahwa status perceraian tersebut tidak memiliki
akibat atau kekuatan hukum akibat dari padaperceraian tersebut, karena
keputusan cerai tersebut tidak dilakukan di depan sidang pengadilan.Bahwa suatu
perceraian yang tidak dilakukan di pengadilan sudah sangat jelas status
hukumnya,bahwa perceraian tersebut tidak sah, berdasarkan Pasal 115 Kompilasi
Hukum Islam.
Pada dasarnya dalam Islam membenarkan seorang
suami yang akan menceraikan suaminyahanya cukup diucapkan di depan istrinya
atau orang lain maka jatuhlah talaq, akan tetapi dalam hidupbernegara harus taat
kepada peraturan pemerintah, selama tidak bertentangan dengan hukum Islam
itusendiri, karena taat kepada pemerintah, merupakan bagian dari kewajiban
sebagai umat Muslim.Pemerintah membentuk suatu peraturan tentang perceraian
bertujuan agar tertib administrasi sepertihalnya masalah pencatatan perkawinan,
kelahiran anak serta mempersulit perceraian. Hal ini padadasarnya sesuai dengan
prinsip hukum Islam mengenai perceraian yaitu mempersulit terjadinya perceraian.
1.
Akibat
perceraian di luar pengadilan terhadap istri
Perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan
akan berpengaruh dan mempunyai dampaknegatif terhadap istri, karena perceraian
yang dilakukan di luar sidang pengadilan tidak memiliki suratcerai yang
mempunyai kekuatan hukum, sehingga si janda menikah lagi maka akan
mendapatkankesulitan dengan pihak Kantor Urusan Agama. Karena setiap janda yang
hendak menikah lagi harusmemiliki surat cerai dari Pengadilan, sehingga
menempuh jalur menikah kedua kali lewat nikah dibawah tangan. Selanjutnya
setelah terjadinya perceraian (cerai di luar pengadilan), si istri
tidakmendapatkan haknya setelah bercerai, seperti nafkah selama masa iddah
tempat untuk tinggal,pakaian, pangan.
2.
Akibat
perceraian di luar pengadilan terhadap suami
Akibat perceraian di luar pengadilan tidak
hanya berpengaruh terhadap istri tapi jugaberpengaruh terhadap suami. Sama
halnya dengan istri, suami yang melakukan perceraian di luarpengadilan akan
mengalami kesulitan ketika hendak menikah lagi dengan perempuan lain.
Perceraianyang dilakukan di luar pengadilan tidak akan memiliki surat cerai
yang sah dan memiliki kekuatanhukum tetap, sehingga jika hendak menikah lagi
melalui Pihak Kantor Urusan Agama tidak akanmengizinkan sampai ada surat yang
sah dari pengadilan, akhirnya mengambil jalur menikah di bawahtangan.
3. Akibat perceraian di luar pengadilan terhadap anak
Perceraian
yang dilakukan di luar sidang pengadilan akan berpengaruh pada kondisi
kejiwaananak, karena sering terjadi si ayah tidak member nafkah secara teratur
dan jumlah yang tetap.Perceraian yang dilakukan di luar Pengadilan tidak
mempunyai kekuatan hukum, sehingga tidak dapatmemaksa si ayah ataupun ibu
memberi nafkahnya secara teratur baik dari waktu memberi nafkahmaupun dari
jumlah materi atau nafkah yang diberikan.[12]
D.
Istimbat Hukum Perceraian di Luar Pengadilan
Perceraian di Luar Pengadilan menurut Hukum Islam. Pereraian diluar
pengadilan dibolehkan yang mana berhak menjatuhkan talak adalah suami, yang
dimana tidak ada peraturan tentang apakah cerai harus di pengadilan karena
dahulu ketika berrerai hanya sekedar uapan saja selama terpenuhi syarat dan
rukunnya.
Perceraian di Luar Pengadilan menurut Majelis Ulama Indonesia.Majelis
Ulama Indonesia memutuskan talak di luar pengadilan bisa dilakukan dan hukumnya
sah. Namun dengan syarat ada alasan yang sesuai dengan hukum Islam yang kebenarannya
bisa dibuktikan di pengadilan. Sebelum disepakati, keputusan ini melalui
perdebatan panjang para peserta ijtima Komisi Fatawa MUI yang digelar di Ponpes
Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat.[13]
Perceraian di luar pengadilan menurut PP MuhammadiyahPP Muhammadiyah
memberikan kesimpulan bahwa :
1.
Perceraian harus dilakukan melalui proses
pemeriksaan pengadilan: cerai talak dilakukan dengan cara suami mengikrarkan
talaknya di depan sidang pengadilan, dan cerai gugat diputuskan oleh hakim;
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perceraian adalah salah satu pemutusan
hubungan perkawinan antara suami dan istri. Selain karena perceraian, hubungan
perkawinan juga putus karena kematian salah satu pihak atau karena putusan
pengadilan.
Perceraian di luar pengadilan adalah pemutusan
hubungan antara suami dan istri tidak sesuai aturan yang ada, hanya sekedar
ucapan dan tidak melalui pengadilan.
Sebab-sebab pelaksanaan perceraian
di luar pengadilan:
3.
Sudah
menjadi suatu kebiasaan
4.
Kurangnya kesadaran
hukum
5.
Masalah
Pribadi yang Harus ditutupi
6.
Factor
ekonomi
7.
Masalah waktu
Selain penyebab tersebut, perceraian diluar pengadilan agama, juga
dapat menimbulkan akibat lanjut sebagai berikut:
1. Akibat terhadap isteri
a. Tidak dapat melakukan perkawinandengan
orang lain melalui KUA.
b.
Tidak dapat menuntut biaya
hidup melalui pangadilan agama
c.
Berakhirnya tanggungjawab terhadap biaya pemeliharaan anak
d.
Sulit untuk mendapatkan harta bersama.
2. Akibat terhadap anak
a. Sulit untuk mendapatkan bagian dari harta
warisan.
Perceraian
yang dilakukan di depan sidang pengadilan bertujuan untuk mewujudkan
kemaslahatan berupa perlindngan terhadap institusi keluarga dan perwujudan
kepastian hukum dimana perkawinan tidak begitu mudah diputuskan. Perceraian di
muka pengadilan lebih menjamin persesuaiannya dengan pedoman islam tentang
pereraian sebab sebelum adanya keputusan terlebih dahulu diadakan
penelitian-penelitian apakah
alasa-alasannya ukup kuat untuk terjadinya perceraian.
.
B.
Saran
1.
Pereraian
merupakan langkah teerakhir yang harus diambil ketika peerkawinan tidak bisa
diselamatkan yang apabila pernikahan tersebut dilanjutkan akan ssemakin
menimbulkan masalah. Oleh sebab itu, sebaiknya pereraian dilakukan di depan
sidang Pengadilan yang tentunya dapat lebih mendatangkan kemaslahatan begi
semua pihak.
2.
Hendaknya
ada sosialisasi di bidang hukum terhadap masyarakat yang masih belum mengetahui
betapa pentingnya pengetahuan tataara pereraian di Indonesia. Supaya tidak ada
lagi pereraian diluar Pengadilan yang sebenarnya membawa kemudharatan terutama
bagi isteri dan anak-anak.
3.
Bagi
masyarakat yang telah melakukan perceraian di luar Peengadilan hendaknya
mendaftarkan perceraiannya pada Pengadilan agar perceraian tersebut menjadi sah
menurut Negara dan agar mendapatkan akta erai dari Pengadilan Agama, dan yang
lebih penting adalah agar anak-anak yang ditinggalkan dapat terjamin semua
hak-hak mereka sebagai anak.
DAFTAR PUSTAKA
Beni
Ahmad, Saebeni, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-Undang Bandung:
Pustaka Setia, 2008
H. M. Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR
https://news.detik.com/berita/d-1955168/inilah-putusan-mui-mengenai-talak-di-luar-pengadilan di akses pada 21 Oktober 2019
Kharlie
Ahmad Tholabi, Hukum Keluarga Islam
Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013)
Isa Muhammad, Perceraian Di Luar Pengadilan Agama Menurut
Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam (Suatu Penelitian Di
Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh Besar), Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Volume 2, No. 1, Februari 2014.
Silfia
Ulfah, Pereraian di Luar Pengadilan Menurut Majelis Ulama Indonesia (Studi
Fatwa MUI No.1 Tahun 2012), Skripsi IAIN Purwo Kerto
Vivi Hayati, Dampak
Yuridis Perceraian di Luar Pengadilan (Penelitian di Kota Langsa), Jurnal
Hukum Samudra Keadilan No.2 Vol.10 Juli-Desember 2015
[1]Beni Ahmad, Saebeni, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-Undang
(Bandung: Pustaka Setia, 2008) hlm.52
[2]
Muhammad Isa, Perceraian Di Luar Pengadilan Agama Menurut Perspektif
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam(Suatu Penelitian Di
Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh Besar), Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Volume 2,
No. 1, Februari 2014.
[3] Dr. Ahmad
Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Islam
Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 231.
[4] Vivi Hayati, Dampak Yuridis Perceraian di Luar Pengadilan
(Penelitian di Kota Langsa), Jurnal Hukum Samudra Keadilan No.2 Vol.10 Juli-Desember
2015
[5]Silfia Ulfah, Pereraian di Luar Pengadilan Menurut Majelis Ulama
Indonesia (Studi Fatwa MUI No.1 Tahun 2012), Skripsi IAIN Purwo Kerto.,hlm4
[7] H.M.Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR, hlm. 75
[8]
Ibid, hlm.78-79
[9]
Muhammad Isa, Perceraian Di Luar Pengadilan Agama Menurut Perspektif
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam(Suatu Penelitian Di
Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh Besar), Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Volume 2,
No. 1, Februari 2014.
[10] Vivi Hayati, Dampak Yuridis Perceraian di Luar Pengadilan
(Penelitian di Kota Langsa), Jurnal Hukum Samudra Keadilan No.2 Vol.10
Juli-Desember 2015, hlm.222-223
[11] Muhammad Isa, Perceraian
Di Luar Pengadilan Agama Menurut Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Dan Kompilasi Hukum Islam(Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah
Aceh Besar), Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Volume 2, No. 1, Februari 2014.
[12] Ibid. hlm. 224-225
[13]https://news.detik.com/berita/d-1955168/inilah-putusan-mui-mengenai-talak-di-luar-pengadilan
diakses tanggal 21 oktober 2019 pukul 21.29
[14]https://tarjih.or.id/perceraian-di-luar-sidang-pengadilan/
diakses tanggal 21 oktober 2019 pukul 21.29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar